Kota Desa Sama Saja, Yang Beda Pikiran Kita

Sawah di Bantul #35mm


Terkadang menjadi orang desa tidak butuh nonton film, mediatasi/yoga, segelas minuman fancy yang melegakan pikiran atau curhat di media sosial

 

Terkadang ketika suntuk dengan berbagai tuntutan kerjaan atau kebutuhan hanya sekedar jalan berkeliling menghirup udara segar "mau kemana?" | "pusing kepala, mau cari angin" karena mata mematang hijauan, padang padi, gunung dan kabut dengan udara yang menyejukan seketika melegakan perasaan yang berat.

Tidak dengan healing melalui "nonton film" atau "curhat via media sosial" karena banyaknya masyarakat yang kadang ikut adil dalam kegembiraan maupun kesedihan. 'Njagong ning cakruk' alias nongkrong di pos ronda, atau di bawah pohon mangga dengan kaki selonjoran, walau tidak sepenuhnya menghilangkan beban, tapi media sosial yang secara nyata itulah yang kadang membuat hati dan pikiran dapat menilai langsung harus berbuat apa dan bagaimana.

Yoga/meditasi hal yang bagus untuk dilakukan, namun bagi mereka bukan hal yang lazim karena ilmu itu sudah mengakar dalam diri sejak dini. Yoga/meditasi dengan caranya sendiri, dengan kearifan yang tidak berteori namun berpengetahuan. 

Mungkin nonton film, curhat di media sosial, yoga/meditasi adalah pelarian paling handal bagi para manusia yang tidak memiliki 'sumber daya' sedekat masyarakat desa. Sumber daya alam, sumber daya waktu, sumber daya tenaga, namun bisa jadi aktivitas-aktivitas itu muncul karena adanya kelebihan sumber daya finansial dan ruang adaptasi. 

Oiya, minuman mewah itu hanya segelas cangkir teh tubruk manis panas, wangi teh segar atau kopi hitam pahit tapi manis.

Selamat berpikir (tidak) keras,
070721
1517
zoom-zoom-zzzz 

Comments

Popular posts from this blog

Ada, tentu ada!

Kenangan

Anak Panah