Pulau Sikerei I (Bukan Ujung Perjalanan)


Hidup penuh pilihan dan semua itu Tuhan yang menentukan atas niat dan usaha yang telah diperbuat. Ketidaksengajaan yang menarik diri untuk terlibat lebih pada sebuah hal yang istimewa. (Yap! “hal”nya yang istimewa, diri ini tidak ada sama sekali istimewanya).
Selain mencoba keluar dari kemonotonan hidup, mencoba keluar dari zona ternyaman. Walau sesungguhnya sedikit menyesal, kenapa diri ini memiliki mimpi-mimpi konyol, yang harus mengorbankan banyak hal. Dan berdasarkan berbagai pengalaman, hatilah yang paling sering menjadi korban karena dia yang paling rapuh. Melalui niat yang benar-benar ikhlas tanpa ada condong kemanapun. Lalu sabar. Lalu pasrahkan kepada Sang Pemilik Hidup, maka jalan itu akan muncul dari arah mana saja. Percayalah~

Perjalanan kali ini, seperti berjalan dengan sedikit keanehan ketika memulainya. Menjalani dengan sepenuh hati, benar-benar bahagia, tanpa beban, walau sebenarnya banyak hal yang menguras pikiran, namun entah sisi manakah yang menarik diri untuk tetap tenang dan mencoba menikmati setiap detiknya. (Mungkin bisa dikatakan terbahagia setelah terakhir 2014 lalu di Pegunungan Kamojang, Jawa Barat.)

Melakukan segala hal dengan ikhlas. Tanpa ada kesedihan sedikitpun, seperti terhipnotis untuk terjun dan merasakan hembusan-hembusan angin di dalam keheningan alam yang tidak pernah diijamah oleh siapapun. Hati dan pikiran terasa tenang, damai dan mungkin tak pernah merasakan lelah. Entahlah, mungkin ini yang disebut dengan the power of niat !

Keberangkatan yang serba dadakan, bahkan dalam hati seperti masih bertanya: “Yakin ini kegiatan? Serius berangkat? Mau bawa apa saja? Pakaian doang?”. Ketidakpercayaan itu muncul bukan atas dasar bahagia seperti orang wisuda atau dilamar pasangan, yang merasa seperti tidak sadar dan terkesan mimpi. Bukan, bukan itu. Diri ini sadar betul atas segalanya yang terjadi tapi layaknya orang bingung akan bertindak seperti apa, seperti blind date yang tiba-tiba diberi tanggal keberangkatan, diberitahu lokasi kumpul, kegiatannya seperti apa, tidak tahu orang-orangnya seperti apa karena semua komunikasi hanya melalui dunia maya.

Dari hal tersebut, orang tua mana yang tidak khawatir, anak gadisnya pergi jauh ke pulau terdepan Indonesia di sisi barat, dengan info bahwa tidak akan ada sinyal, listrik, kendaraan dan masyarakat yang mendiaminya memiliki karakter yang jauh berbeda dengan tanah kelahirannya. Tapi entah mengapa kaki terus melangkah, seperti ada kekuatan dan sebuah kepercayaan yang mantap untuk berjalan, demikian juga izin orang tua. Berat hati akan sebuah kekhawatiran itu coba untuk diredam, lalu pasrahkan segalanya pada Sang Pencipta. Hanya doa yang dipanjatkannya.
Lalu tibalah di tanah Minang dengan segala ketundaan penerbangan, turbulensi, badai dan keterlambatan saat mendarat. 

Hallo Padang kemana kita pergi? (Bersambung)
26 Sept 2017; 17.00 WIB
Ruang asing tanah air Indonesia

Comments

Popular posts from this blog

Ada, tentu ada!

Kenangan

Anak Panah