Dunia Yang Penuh


Museum Bank Indonesia, sekedar berjalan-jalan

Semakin hari kepala semakin pusing, terasa linglung dan tak berfokus pada satu hal. Seperti orang banyak pikiran. Ya! Banyak pikiran, exactly.
Semua seperti mengglobal dipikiran. Antara satu hal dengan hal lainnya saling berkaitan, semakin banyak membaca, semakin banyak melihat dan semakin banyak bercerita membuat diri semakin merasa tak memiliki dan berbuat apa-apa. Nothing!

Sosial masyarakat, kondisi alam, karakter manusia, politik, kondisi negara, lingkungan sekitar, hingga hubungan dengan Sang Pencipta. Secara gamblang tidak bisa diuraikan lewat kalimat panjang, namun secara umum yang terjadi adalah otak ini penuh dengan segala keruwetan dunia.

Dunia, dunia, dunia, dunia dan dunia. Penuh, sangat penuh. Penuh dengan kerusuhan dan ketidakpekaan. Lalu memuncak penuh dalam otak. Hingga pada akhirnya terasa sakit di kepala.

Karena semakin banyak mengetahui maka semakin banyak merasa belum melalukan apa-apa. Karena semakin banyak mengetahui maka semakin banyak mencari solusi yang harus diterapkan. Karena semakin banyak mengetahui maka semakin banyak yang dipikirkan. Hingga pada akhirnya membuat mual dan ingin muntah. Lelah.

Manusia dengan egonya masing-masing.
Di jalan, kenapa ada manusia yang harus meronta-ronta untuk bertahan hidup di jalanan, tapi ada pula yang berlenggang santai dengan segala kemewahan.

Di kantoran, kenapa ada manusia yang mementingkan egonya untuk menjalani amanah, tapi ada yang rela menuangkan tenaga dan waktu untuk kesejahteraan umat.

Di stasiun, kenapa ada manusia yang berani membentak sesama hanya untuk merebutkan zona nyamannya, tapi ada berani memberikan kepercayaan kepada sesama untuk keselamatan umat.

Lalu...
Di alam terbuka. Antara satwa dan tumbuhan melalukan simbiosis. Saling menjaga dan menghargai dalam suatu rantai dan ekosistem. Tapi mengapa sesama manusia tidak?

Bagaimana antara manusia dengan makhluk selain manusia? Manusia dengan satwa, tumbuhan?
Rasanya lebih kejam dibanding manusia dengan manusia?
Mengakuisisi segalanya untuk keegoan masing-masing. Dan tidak memikirkan dampak ke depannya. Ketika dampak sudah terjadi, lalu mereka akan menyalahkan yang lain. Sangat kejam.

Mengeksploitasi alam dengan sepuas-puasnya. Miris

Demikian, otak, kepala ini semakin pusing dan lambung ini semakin mual.
Semoga iman dan damai bersama kita hingga ajal menjemput.

17.08
010618
Kota hujan dengan keriweuhan hari liburnya

Comments

Popular posts from this blog

Ada, tentu ada!

Kenangan

Anak Panah